Dipublikasi pada Sunday, 04 June 2006 oleh informatika
Beberapa tahun lalu, pakar tafsir Prof Dr HM. Quraisy Shihab pernah memprediksi, bahwa dakwah pada abad 21, akan memunculkan satu fenomena baru dalam kajian-kajian keislaman. Di mana semangat untuk mengkaji Islam itu tinggi, tetapi mereka belajar sendiri tanpa guru.
Prediksi Quraish ternyata benar, kini muncul kajian-kajian Islam tanpa guru dimana-mana. Islam Liberal, Islam Rasional dan sejenisnya, adalah kajian yang meletakkan skeptisisme sebagai paradigma berpikirnya, bukan wahyu. Banyak Intelektual Islam yang menggunakan paradigma itu dengan alasan keilmuan, menurut direktur pengkajian (LP3I) dan penulis buku `Isu Zionisme Internasional`, Drs. H. Mohammad Baharun, SH.MA., mereka memang mempunyai potensi merusak agama melalui kajian-kajian seperti itu.
Menurut Baharun, kajian keislaman seperti itu telah dimanfaatkan gerakan zionis internasional, yang salah satu modus gerakannya dengan cara “cuci otak”.
Jika tak ada yang menandinginya lewat pemikiran Islam yang `lurus`, maka jaringan ini akan berkembang pesat, karena disokong propaganda media yang dikuasai Zionisme internasional. Kepada Ali Hafidz dan Adi Ardiansyah dari Madinah, pengursus Akidah Annajah dan pengajar UNISMA Malang yang juga mantan wartawan TEMPO era 80-an ini, mengungkapkan bahaya pemikiran itu dan seluk-beluknya. Berikut petikan wawancaranya :
Saat ini penyesatan Akidah (Gazwul Fikri) begitu menggejala pada umat Islam. Kalau gejala itu dihembuskan gerakan zionisme Internasional, bagaimana meresponnya mengingat wujudnya begitu halus ?
Kita tak bisa memerangi jaringan Zionisme internasional dengan alat-alat tradisional seperti pisau, sementara mereka sudah memakai bedil. Nah, bedil yang dimaksudkan di sini adalah metodologi. Umat Islam harus melawan dengan memakai metodologi yang selama ini mereka pakai. Kita dekati mereka, kita pakai cara mereka, identifikasi mereka.
Selama ini kita terus memendam kebencian, tanpa tahu harus bagaimana berbuat, sementara Yahudi ini posisinya ada di atas. Hebatnya, gerakan zionis internasional itu sukar dibedakan antara Yahudi dengan zionis. Kalau Yahudi itu tidak berpendidikan, sementara zionis itu sudah berpendidikan, tapi mayoritas Yahudi yang pintar otomatis zionis. Orang-orang Yahudi yang tidak ikut zionis adalah orang-orang tradisional kelompok bodoh yang tua-tua. Yahudi yang muda-muda dan terpelajar, pedagang, dan yang berkepentingan dengan kehidupan politik ini pasti dia masuk dalam aktivis zionis.
Seperti apa jelasnya gerakan zionisme itu ?
Zionis tidak merekrut orang. Orang banyak keliru dikira zionis internasional itu merekrut orang. Mereka tidak merekrut orang, tetapi membentuk pikiran. Maka menurut para penulis Islam modern seperti Prof. Dr. Wael Hallaq, saat ini umat Islam sedang pada tahapan perang, Gazwul Fikri (perang wacana, pemikiran). Jadi yang sedang terjadi adalah pertarungan ideologi bersama pertarungan pemikiran. Dimana peluru mereka, yang dibilang Hallaq tadi adalah peluru pemikiran.
Di Indonesia pengaruhnya sejauh mana ?
Di Indonesia ini sama saja. Selama jaringan zionis seperti Rotary Club, Lion Club dan sejenisnya masih beroperasi di Indonesia. Kita tak akan bebas dari cengkeramannya. Sebetulnya mereka bisa menyusup dan merusak pikiran. Yang mereka jadikan target pertama adalah Islam. Karena Islam dianggap sebagai ancaman mereka. Makanya teori Huntington tidak berlebihan, bahwa Islam adalah musuh peradaban barat. Di Indonesia, sebetulnya gerakan zionis sudah bisa menyusun, merusak dan berperang dalam pemikiran dan ideologi.
Bisa dijelaskan lebih rinci teori Wael Hallaz soal perang pemikiran itu ?
Wael Hallaq adalah seorang Muslim yang belajar di Arab, kemudian dia mengkritisi penafsiran-penafsiran barat. Teori Hallaq adalah bahwa umat Islam harus belajar menembakkan peluru dari Barat untuk kita hantamkan ke Barat.
Dimana kekeliruan umat selama ini terhadap Barat yang zionis ?
Kekeliruan orang-orang Islam sekarang ini adalah selalu bersikap apriori, tidak mau mempelajari strategi yang mereka terapkan. Umat Islam tidak mau berdiri sendiri dan hanya bisa memendam kebencian. Selama ini di kalangan umat Islam, terjadi mobilisasi opini sedemikian rupa, sehingga banyak opini yang mereka kira efektif dan baik untuk melawan zionis, padahal kenyataannya tidak. Padahal, masalah Yahudi dan zionis jatuh ke laut dan selesai. Sekarang bukan begitu. Masalah Yahudi ini sudah sejak tahun 1779.
Berarti jauh sebelum Theodore Hezl mencanangkannya, bisa anda jelaskan kilas baliknya ?
Jauh sebelum muncul gerakan zionisme, sudah sejak dini muncul ajaran illuminisme. Ajaran illuminisme adalah salah satu ajaran orang-orang Yahudi, yang salah satunya kembali ke negeri leluhur. Rencana besarnya menguasai dunia ini mendapat dukungan di bawah telapak kaki dan dukungan zionisme internasional. Jadi kembali ke ajaran plastinus, yang mengajarkan suatu tujuan kecil, bukan rencana besar. Rencana besarnya justru itu sekarang sudah tercapai. Karena itu ungkapan-ungkapan seperti “Israel itu adalah seperti Amerika kecil, dan Amerika itu Israel besar” dan ungkapan “Amerika itu Israel besar dan Israel itu Amerika kecil” selaras dengan rencana zionisme internasional yang menjadikan dunia ini sebagai panggung sandiwara. Di mana yang main dan sutradaranya adalah orang-orang Yahudi. Jadi, gerakan zionisme internasional sudah ada sejak tahun 1779, hampir bersamaan dengan Amerika merdeka dan juga revolusi Perancis.
Orang-orang Yahudi pernah dibantai oleh rezim Nazi di bawah Hitler. Mengapa mereka ditindas ?
Sebetulnya, kalau orang Hitler membunuh orang Yahudi, bukan karena salah atau bukan karena kebencian etnik. Tapi mereka memang sudah tahu rahasia Yahudi yang memang ingin menguasai dunia. Opini sejarah itu selama ini sudah diputar balik oleh zionis sendiri. Orang-orang Yahudi terus mempropagandakan bahwa tentara Nazi memiliki kebencian terhadap etnik Yahudi.
Yang terjadi fakta sejarahnya seperti apa ?
Faktanya tidak sesederhana yang dipropogandakan orang-orang Yahudi. Karena sebenarnya, Hitler bukanlah seorang zionis. Hitler sendiri di satu sisi ingin supremasi bangsanya (Aria) yang paling unggul. Dan sikap ini berbenturan dengan kepentingan Yahudi yang juga ingin menguasai dunia dan akan menjadi bangsa yang paling unggul di dunia.
Mungkin ada keunggulan secara geneologi orang-orang Yahudi dibanding non Yahudi ?
Ya, memang mereka mempunyai keunggulan. Dan Al-Quran sendiri mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dilebihkan dari bangsa-bangsa lain. tapi karena mereka tidak taat dengan hukum Allah, maka mereka dikutuk. Kita tidak mengingkari bahwa orang-orang Yahudi itu pada mulanya memang dimuliakan Allah. Namun, karena kesombongannya maka nasibnya dihinakan oleh Allah SWT.
Anti zionisme saat ini hanya menjadi wacana pinggiran, dibanding wacana radikalisme Islam dihembuskan Barat? Apakah ini faktor propaganda media semata, atau ada faktor lain?
Sebetulnya banyak faktor, dalam pembentukan opini. Kita semua tahu kantor-kantor berita dikuasai zionisme internasional. Otomatis segala pemberitaan tentang dunia Islam dikuasai jaringan media zionis. Dan media-media kita mengikutinya. Yang kedua adalah sistem brain washing, cuci otak. Hal ini terjadi pada orang Islam, dimana atas liberalisme pemikiran, yang dilakukan oleh pakar-pakar sekuler yang dididik zionisme, itu meragukan agama dengan pendekatan skeptisisme.
Dimana titik genting pendekatan skeptisisme itu?
Cara berpikir itu sangat berbahaya jika menyangkut hal-hal mendasar dari agama Islam. Studi keilmuan yang ditawarkan pakar-pakar sekuler yang dibina orang-orang zionis adalah pertama dalam mengkaji ilmu harus ragu dulu. Bila pendekatan itu menyangkut hal lain yang tidak menyangkut keilmuan Islam yang bersumber wahyu, mungkin tidak ada masalah. Tapi kalau itu dipukul rata terhadap ilmu-ilmu keislaman yang pokok—Tauhid—itu berbahaya. Mereka selalu memakai metode yang mereka kembangkan; harus meragukan dulu segala sesuatu. Ini kan sebenarnya merusak akidah dan termasuk yang paling pokok dalam Islam.
Anda melihat banyak pemikir Islam Indonesia berpikir seperti itu?
Baik dirasakan atau tidak, banyak intelektual kita yang sudah mulai menggunakan paradigma seperti itu dengan alasan keilmuan. Keilmuan yang mana? Kalau keilmuan yang bebas nilai seperti ilmu alam, okelah kita terima. Tapi keilmuan yang bersumber pada wahyu, ini menyangkut masalah keimanan. Masalah keimanan itu secara komplek kita yakini dengan optimal, maksimal dan penuh bahwa yang bersumber dari wahyu adalah pasti benar, tanpa harus ragu kemudian.
Nah, ini bagaimana, keimanan disuruh harus menguji. Menguji dengan takaran apa? Ya, dengan standar apa? Mereka memang punya jalan untuk merusak agama dengan melalui kajian-kajian seperti itu.
Bagaimana dengan Islam Liberal. Pendekatan macam apa itu?
Mengenai munculnya kajian-kajian Islam Liberal, saya teringat dengan apa yang diprediksikan oleh Prof. Dr. Quraisy Shihab beberapa tahun yang lalu, bahwa dakwah pada abad 21, akan muncul satu fenomena baru dalam kajian-kajian keislaman.
Dimana semangat mengkaji Islam sangat tinggi, tetapi mereka dengan belajar sendiri tanpa guru. Jadi, kalau saya boleh menyebutkan, munculnya kajian-kajian Islam Liberal di berbagai tempat itu sebetulnya kajian-kajian tanpa guru. Mereka mengangkat tema–tema yang boleh jadi tema-tema itu dinilainya aktual dan menarik, tetapi sebetulnya disimpulkan sendiri, tanpa bimbingan guru. Sehingga yang terjadi kesimpulan-kesimpulannya bertentangan terhadap agama.
Sebetulnya sejauh mana aktual tema-tema yang mereka angkat?
Tema-tema yang mereka jadikan bahan kajian sebetulnya tema lama. Mereka hanya mengkaji ulang para Ulama terdahulu. Tetapi paradigma-paradigma Ulama terdahulu tidak diambil, dan diselesaikan dengan akal pikiran mereka. Inilah yang mereka unggulkan dan dianggap rasional. Mereka menggunakan metode rasionalisme. Kita bertanya, rasio siapa yang dijadikan standar kebenaran itu?
Mungkin rasionalisme Islam?
Seperti apa rasionalisme Islam. Sudah mafhum bahwa rasionalisme itu bias Barat. Padahal ungkapan-ungkapan yang sering populer di Barat sendiri adalah ten men tem mind. Jadi sepuluh orang sepulJadi sepuluh orang sepuluh pendapat. Nah, pendapat siapa yang kita jadikan standar kebenaran dari suatu pemikiran itu? Apalagi pemikiran-pemikiran yang kita perbincangkan itu adalah pemikiran-pemikiran yang bersumber dari wahyu. Bahkan saat ini orang-orang barat sendiri tidak meyakini bahwa rasio itu segala-galanya. Jadi pendapat siapa yang kita jadikan standar kebenaran itu?
Apakah mereka sadar akan kekeliruan-kekeliruannya itu?
Sadar atau tidak, mereka itu lemah dan landasan berpikirnya skeptisisme dan bukan landasan metodologi agama. Mengapa Islam dibelenggu. Ini juga kelemahan para cendikiawan sendiri yang selama rentang waktu yang cukup lama, selalu meremehkan masalah metodologi. Dan kita yakin apa yang mereka kaji itu keliru, karena tidak bersumber dari ajaran agama yang benar.
Tapi kenapa kajian seperti Islam Liberal itu banyak juga 'peminatnya'?
Ini sesuai dengan karakter manusia yang suka hal-hal yang gampangan, tidak mau terbelenggu. Dan kajian itu memang mengusung 'kegampangan' tertentu dalam agama. Dan orang banyak yang tertarik karena inginnya bebas, gampang, tidak banyak ikatan ritual, kaidah dalam menjalankan agama. Apalagi mereka yang hatinya gandrung ke Barat. Memang paradigma lama itu biasanya tidak sepopuler paradigma baru yang muncul kemudian dari barat.
Ke depan kira-kira seperti apa perkembangan kajian semacam Islam Liberal itu?
Di kota, jika tak ada tandingannya akan makin berkembang, dan Yahudi akan memboncengnya. Nah, di situlah pintarnya Yahudi. Bukan Yahudi yang merekrut orang, tapi memanfaatkan orang-orang Islam juga.
Bagaimana posisi lembaga-lembaga keilmuan Islam, seperti Pesantren dan IAIN dalam merespon gejala seperti itu?
Pesantren dan Perguruan tinggi Islam seperti IAIN yang selama ini kita harapkan bisa mengembangkan metodologi ilmu-ilmu keislaman dengan baik, justru banyak meninggalkan metodologi itu. Sehingga muncul kajian-kajian yang mengunggulkan secara berlebihan metodologi Barat. Dan akhirnya muncul kajian-kajian seperti itu.
Perusakan pemikiran itu apakah hanya terjadi di kalangan Islam?
Sebetulnya yang dituju bukan hanya Islam, tapi juga agama-agama lain, termasuk Kristen. Hanya saja sebagian orang Kristen ada yang menyadari dan ada juga yang tidak. Pernah ada tokoh Kristen, saya lupa namanya, mengatakan bahwa sebenarnya zionisme itu musuh bersama agama-agama termasuk agama Islam dan Kristen. Tapi memang sebagian besar tidak menyadari itu.
Kenapa?
Karena sudah terlalu banyak tokoh-tokoh Kristen yang menjadi agen-agen zionisme Internasional. Tanpa harus menyebut nama, di Indonesia pun banyak tokoh Kristen yang merangkap agen zionis internasional.
Bukankah antara Kristen dan Yahudi punya kesamaan misi?
Ya. Bisa jadi seperti itu, karena mereka saling mempengaruhi dan sulit membedakannya. Karena orang-orang Yahudi itu banyak yang menyusup di kalangan orang-orang Kristen. Saya pernah membaca salah satu selebaran Kristen Radikal, yang menyatakan bahwa zionisme itu anti Kristus.
Jadi tidak hanya Islam yang dirusak?
Ya. Tidak hanya Islam, Kristen juga sama. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. (el-Qe/el-Kae)
Islam Liberal, Islam Rasional, dan Cuci Otak Zionis
Sabtu, 18 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar